15 Juli 2011

Sandal

Ini sebongkah sisa kisah perjalanan saya saat berkunjung ke PRJ beberapa pekan kemarin (baca cerita PRJ saya di tulisan sebelumnya :D ). 

Awalnya saya memang tak ada niat untuk mencari barang apapun karena timing bepergian yang tidak pas di akhir bulan. Di arena PRJ, teman saya mengajak ke area Department Store yang menggelar diskon besar - besaran. Tak tanggung-tanggung, semua item dibandrol sekitar 50-70%, ini dept.store lagi cuci gudang nampaknya. 

Begitu antusias teman - teman saya memilih barang incarannya (maklum deh wanitaa boo,liat diskonan berasa liat durian runtuh dari langit ketujuh ), saya yang memang tak ada ide sama sekali langsung kecantol pandangan pertama pada stand sandal kulit di sebelah sudut area toko itu. Ini bukan sandal wanita loh, ergh,, karena udah yakin kalo nyari sandal wanita pasti gak akan ada ukuran internasional buat saya, tapi sandal untuk kaum adam yang mereknya saya pikir lumayan bermutu dan pasti awet. 

Mumpung diskon, saya berniat membelikan sepasang sandal untuk Ayah di kampung, hitung-hitung sebentar lagi lebaran, bisa jadi oleh-oleh buat Ayah. Sebulan yang lalu ketemu Ayah di Jakarta, sepatu yang ayah pakai untuk hadir di wisuda kakak pun udah rada mengelupas kulit imitasinya. Tapi, Ayah masih pede saja karena memang Ayah orangnya gak neko2 dan terlampau sederhana. 

Karena saya memang tidak ingat ukuran kaki Ayah, langsung saya telpon Ayah seketika di situ, (pengennya sih gak pake nelpon biar surprise). "Pa, adek lagi di PRJ ni, mau beliin sandal buat Papa,ukuran kaki Papa berapa?". Ujarku santai di balik telepon. Namun apa kata ayah," ah udahlah Sa, gak usah repot-repot..nanti duitmu habis lagi, tabung aja duitnya". Jleb.. si Ayah bukannya senang malah mendownkan hatiku,"eh Pa, gakpapa kok, ini yang merek bagus lagi diskon gede2an..beli 1 gratis 1 malah". Aku kali ini berbohong, "oalah..(sejenak Ayah terdiam). Ya udah, alhamdulillah wa syukurillah... kebetulan juga sandal Papa udah rusak nih, ukurannya 43, makasih banyak ya Dek". Dan entah mengapa, seketika air mata saya nyaris mengenang di bawah kelopak mata, tak memperdulikan orang - orang di sekitar, saya hanya tertegun dan terdiam. 

Mungkin, baru hal - hal seperti ini yang baru bisa saya persembahkan ke Ayah, tapi dengan begitu bersahajanya Ayah yang memang butuh malah lantas menolaknya, lagi - lagi demi mengkhawatirkan kebahagiaan anaknya. Maafkan anakmu Pa, terlalu berjibaku dengan kehidupan yang lain namun terlampau lalai denganmu saat ini. 

Ehm, kalo jaman kuliah dulu, saya memang paling getol nelponin or sms Ayah, tapi tak lebih karena uang kiriman sudah mau habis, atau karena harus mengemis minta uang buat tugas. Sisanya,nyaris tak ada percakapan berarti diantara kami. Kecuali menanyakan kabar, dan bagaimana kuliahnya? dapatkah lagikah duit beasiswa tu? lumayan kalo dapat bisa bantu Ayah mengurangi budget untuk biaya kuliah ;').

Saat wisuda kemarin bahkan bisa jadi kisah memorable buat kami. Untuk pertama kalinya Ayah datang ke kampusku,karena waktu pertama kuliah dan mencari kosan di Bandung saya diantar sama pakde dan bude dari Bekasi :D. Ayah menghadiri acara kelulusan wisudaku dengan sukacita. Wajahnya sumringah dan penuh kebanggaan saat namaku dipanggil ke depan dan kami bertiga (sama ibu) maju untuk menerima selamat dari pak rektor. For surely, saya sama sekali tidak mendewakan prestasi akademik or penghargaan apapun kecuali untuk membuat Ayah dan Ibu bahagia di kampung sana.

Tapi kini, ketika sudah mulai belajar mandiri, sudah saatnya kita belajar memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya. Sekali lagi, bukan menunjukkan kebahagiaan dalam bentuk pemberian materi dan itu berarti lunas sudah semua hutang kehidupan, tapi dengan perhatian dan limpahan cinta serta do'a di setiap malam untuk orang tua kita. 

Betapa rindunya mereka pada kita walaupun tak pernah sekalipun terucap, tapi dari binar matanya yang menua ketika lama tak bertemu atau sekedar mendengar tutur katanya yang berat namun berusaha ditegarkan,gemuruh rindu sudah terpancar di hati mereka untuk anak-anaknya yang sudah menapak dewasa. Jagalah senantiasa kedua orang tuaku ya Rabb, sebagaimana mereka menjagaku sewaktu masih kecil. 


-Oryza-

3 komentar:

Anonim mengatakan...

aamiin..
super sekali..!!

oryza mengatakan...

eh diaminin pak Mario Teguh :D :D

Anonim mengatakan...

huaaaa