26 Januari 2009

3 Langkah Menjadi Manusia Terbaik

dakwatuna.com - Ada hadits pendek namun sarat makna dikutip Imam Suyuthi dalam bukunya Al-Jami’ush Shaghir. Bunyinya, “Khairun naasi anfa’uhum linnaas.” Terjemahan bebasnya: sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.
Derajat hadits ini ini menurut Imam Suyuthi tergolong hadits hasan. Syeikh Nasiruddin Al-Bani dalam bukunya Shahihul Jami’ush Shagir sependapat dengan penilaian Suyuthi.
Adalah aksioma bahwa manusia itu makhluk sosial. Tak ada yang bisa membantah. Tidak ada satu orangpun yang bisa hidup sendiri. Semua saling berketergantungan. Saling membutuhkan.
Karena saling membutuhkan, pola hubungan seseorang dengan orang lain adalah untuk saling mengambil manfaat. Ada yang memberi jasa dan ada yang mendapat jasa. Si pemberi jasa mendapat imbalan dan penerima jasa mendapat manfaat. Itulah pola hubungan yang lazim. Adil.
Jika ada orang yang mengambil terlalu banyak manfaat dari orang lain dengan pengorbanan yang amat minim, naluri kita akan mengatakan itu tidak adil. Orang itu telah berlaku curang. Dan kita akan mengatakan seseorang berbuat jahat ketika mengambil banyak manfaat untuk dirinya sendiri dengan cara yang curang dan melanggar hak orang lain.
Begitulah hati sanubari kita, selalu menginginkan pola hubungan yang saling ridho dalam mengambil manfaat dari satu sama lain. Jiwa kita akan senang dengan orang yang mengambil manfaat bagi dirinya dengan cara yang baik. Kita anggap seburuk-buruk manusia orang yang mengambil manfaat banyak dari diri kita dengan cara yang salah. Apakah itu menipu, mencuri, dan mengambil paksa, bahkan dengan kekerasan.
Namun yang luar biasa adalah orang lebih banyak memberi dari mengambil manfaat dalam berhubungan dengan orang lain. Orang yang seperti ini kita sebut orang yang terbaik di antara kita. Dermawan. Ikhlas. Tanpa pamrih. Tidak punya vested interes.
Orang yang selalu menebar kebaikan dan memberi manfaat bagi orang lain adalah sebaik-baik manusia. Kenapa Rasulullah saw. menyebut seperti itu? Setidaknya ada empat alasan. Pertama, karena ia dicintai Allah swt. Rasulullah saw. pernah bersabda yang bunyinya kurang lebih, orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Siapakah yang lebih baik dari orang yang dicintai Allah?
Alasan kedua, karena ia melakukan amal yang terbaik. Kaidah usul fiqih menyebutkan bahwa kebaikan yang amalnya dirasakan orang lain lebih bermanfaat ketimbang yang manfaatnya dirasakan oleh diri sendiri. Apalagi jika spektrumnya lebih luas lagi. Amal itu bisa menyebabkan orang seluruh negeri merasakan manfaatnya. Karena itu tak heran jika para sahabat ketika ingin melakukan suatu kebaikan bertanya kepada Rasulullah, amal apa yang paling afdhol untuk dikerjakan. Ketika musim kemarau dan masyarakat kesulitan air, Rasulullah berkata membuat sumur adalah amal yang paling utama. Saat seseorang ingin berjihad sementara ia punya ibu yang sudah sepuh dan tidak ada yang merawat, Rasulullah menyebut berbakti kepada si ibu adalah amal yang paling utama bagi orang itu.
Ketiga, karena ia melakukan kebaikan yang sangat besar pahalanya. Berbuat sesuatu untuk orang lain besar pahalanya. Bahkan Rasulullah saw. berkata, “Seandainya aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhannya, maka itu lebih aku cintai daripada I;tikaf sebulan di masjidku ini.” (Thabrani). Subhanallah.
Keempat, memberi manfaat kepada orang lain tanpa pamrih, mengundang kesaksian dan pujian orang yang beriman. Allah swt. mengikuti persangkaan hambanya. Ketika orang menilai diri kita adalah orang yang baik, maka Allah swt. menggolongkan kita ke dalam golongan hambanya yang baik-baik.
Pernah suatu ketika lewat orang membawa jenazah untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut orang itu sebagai orang yang tidak baik. Kemudian lewat lagi orang-orang membawa jenazah lain untuk diantar ke kuburnya. Para sahabat menyebut-nyebut kebaikan si mayit. Rasulullah saw. membenarkan. Seperti itu jugalah Allah swt. Karena itu di surat At-Taubah ayat 105, Allah swt. menyuruh Rasulullah saw. untuk memerintahkan kita, orang beriman, untuk beramal sebaik-baiknya amal agar Allah, Rasul, dan orang beriman menilai amal-amal kita. Di hari akhir, Rasul dan orang-orang beriman akan menjadi saksi di hadapan Allah bahwa kita seperti yang mereka saksikan di dunia.
Untuk bisa menjadi orang yang banyak memberi manfaat kepada orang lain, kita perlu menyiapkan beberapa hal dalam diri kita. Pertama, tingkatkan derajat keimanan kita kepada Allah swt. Sebab, amal tanpa pamrih adalah amal yang hanya mengharap ridho kepada Allah. Kita tidak meminta balasan dari manusia, cukup dari Allah swt. saja balasannya. Ketika iman kita tipis terkikis, tak mungkin kita akan bisa beramal ikhlas Lillahi Ta’ala.
Ketika iman kita memuncak kepada Allah swt., segala amal untuk memberi manfaat bagi orang lain menjadi ringan dilakukan. Bilal bin Rabah bukanlah orang kaya. Ia hidup miskin. Namun kepadanya, Rasulullah saw. memerintahkan untuk bersedekah. Sebab, sedekah tidak membuat rezeki berkurang. Begitu kata Rasulullah saw. Bilal mengimani janji Rasulullah saw. itu. Ia tidak ragu untuk bersedekah dengan apa yang dimiliki dalam keadaan sesulit apapun.
Kedua, untuk bisa memberi manfaat yang banyak kepada orang lain tanpa pamrih, kita harus mengikis habis sifat egois dan rasa serakah terhadap materi dari diri kita. Allah swt. memberi contoh kaum Anshor. Lihat surat Al-Hasyr ayat 9. Merekalah sebaik-baik manusia. Memberikan semua yang mereka butuhkan untuk saudara mereka kaum Muhajirin. Bahkan, ketika kaum Muhajirin telah mapan secara financial, tidak terbetik di hati mereka untuk meminta kembali apa yang pernah mereka beri.
Yang ketiga, tanamkan dalam diri kita logika bahwa sisa harta yang ada pada diri kita adalah yang telah diberikan kepada orang lain. Bukan yang ada dalam genggaman kita. Logika ini diajarkan oleh Rasulullah saw. kepada kita. Suatu ketika Rasulullah saw. menyembelih kambing. Beliau memerintahkan seoran sahabat untuk menyedekahkan daging kambing itu. Setelah dibagi-bagi, Rasulullah saw. bertanya, berapa yang tersisa. Sahabat itu menjawab, hanya tinggal sepotong paha. Rasulullah saw. mengoreksi jawaban sahabat itu. Yang tersisa bagi kita adalah apa yang telah dibagikan.
Begitulah. Yang tersisa adalah yang telah dibagikan. Itulah milik kita yang hakiki karena kekal menjadi tabungan kita di akhirat. Sementara, daging paha yang belum dibagikan hanya akan menjadi sampah jika busuk tidak sempat kita manfaatkan, atau menjadi kotoran ketika kita makan. Begitulah harta kita. Jika kita tidak memanfaatkannya untuk beramal, maka tidak akan menjadi milik kita selamanya. Harta itu akan habis lapuk karena waktu, hilang karena kematian kita, dan selalu menjadi intaian ahli waris kita. Maka tak heran jika dalam sejarah kita melihat bahwa para sahabat dan salafussaleh enteng saja menginfakkan uang yang mereka miliki. Sampai sampai tidak terpikirkan untuk menyisakan barang sedirham pun untuk diri mereka sendiri.
Keempat, kita akan mudah memberi manfaat tanpa pamrih kepada orang lain jika dibenak kita ada pemahaman bahwa sebagaimana kita memperlakukan seperti itu jugalah kita akan diperlakukan. Jika kita memuliakan tamu, maka seperti itu jugalah yang akan kita dapat ketika bertamu. Ketika kita pelit ke tetangga, maka sikap seperti itu jugalah yang kita dari tetangga kita.
Kelima, untuk bisa memberi, tentu Anda harus memiliki sesuatu untuk diberi. Kumpulkan bekal apapun bentuknya, apakah itu finansial, pikiran, tenaga, waktu, dan perhatian. Jika kita punya air, kita bisa memberi minum orang yang harus. Jika punya ilmu, kita bisa mengajarkan orang yang tidak tahu. Ketika kita sehat, kita bisa membantu beban seorang nenek yang menjinjing tak besar. Luangkan waktu untuk bersosialisasi, dengan begitu kita bisa hadir untuk orang-orang di sekitar kita.
Mudah-muhan yang sedikit ini bisa menginspirasi.

25 Januari 2009

Suatu Hari Saat Menunggu...

Dan siang itu...
di depan kampus Itenas tercinta,
saya duduk dekat pos satpam, sambil menunggu dua teman saya... rencananya kita mau survey ke Suniaraja buat bikin lampu,..iya lampu, tepatnya buat kuliah Sistem Tata Cahaya, semoga aja lampu saya berhasil menjadi sebuah karya komersil dan orisinil, hueheeh


Lama nian, saya pun iseng menggunting - gunting artikel Palestina yang rencananya mau diterbitin di mading2 jurusan. Tak lama kemudian,... seorang bapak2 menghampiri saya,..


"Mbak boleh ganggu sebentar", deg.. saya kaget luar biasa gunting pun melayang jatuh ke permukaan tanah (nggak ding hiperbolis aja nih). Saya yang waspada setiap saat pun kali ini mesti waspada, khawatir orang di depan saya sekarang sedang ingin menipu saya, hum.... Oryza bukan orang yang mudah tertipu.


"Maaf mbak minta waktunya sebentar, boleh ?" orang itu dengan logat jawanya duduk di samping saya, "O.. boleh Pak". Kalo nih bapak macem2 saya tinggal teriak aja ke pak satpam.


"Begini mbak, saya dari wartawan Sindo...." Deg,.. bo'oong banget, ada wartawan ngajak ngobrol saya !! saya mulai berpikir yang enggak2..


"Saya mau minta pendapat Mbak, tentang alokasi 20 % untuk pendidikan pada APBD Jabar,..." .
Hahaa... dalam hati, saya baru tau Jabar mengalokasikan dana 20 % dari total APBD untuk pendidikan,.."jadi menurut Mbak sebagai mahasiswa bagaimana ?"


Gaswat,... tau apa saya tentang masalah ini, selama ini saya sering baca koran gak pernah dibahas masalah ginian, apa sayanya yang kelewat kuper ya..."Ng...ng...." saya mulai men-search segala daya intelekualitas yang dimiliki......


"Memang yang taun kemarin berapa yang dianggarkan Pak?" saya mulai sok nanya,...


"yang pasti tidak sebesar tahun ini...". Hm... saya mulai beranalisa,... entahlah tiba2 omongan saya jadi mengalir begitu saja, saya juga cerita tentang profesi ibu saya yang menjadi guru, dan pengorbanannya demi pendidikan, (thanx mom), habis yah... itu yang sebatas saya tau, ..
"Yah... intinya Pak, segala sesuatunya harus transparan !!! pemerintah mesti transparan terhadap dana yang dikeluarkan, karena itu menyangkut amanah untuk rakyat, untuk pendidikan, untuk generasi bangsa kita!!!" tampaknya bola2 api sedang terpancar di mata saya saat itu. (huehehe)


Lalu wartawan yang di tangannya memegang notes yang tidak akan pernah bisa saya baca tulisan latinnya itu mengambil foto saya, (haduh berasa orang penting). Wawancara pun terus berjalan dengan perasaan saya yang deg2an terus perihal takut salah ngomong.


"terima kasih atas waktunya mbak, wawancara ini akan dimuat besok dan akan digabungkan dengan tanggapan mahasiswa dari kampus lain".


Saya hanya bisa tersenyum di kulum.... bapak itu pun pergi..... Fiuh......


Hmh,.... baiklah, di siang itu.... seorang saya sedang membawa nama baik mahasiswa Itenas tentang pendapatnya mengenai suatu permasalahan di kota Bandung....
dan... dari sini terbuktilah, daya intelektualitas seorang mahasiswa diuji.




Saya kapok,.............................. jadi orang kuper,.....hikmahnya saya jadi mesti banyak melahap ilmu lagi,... ya segala ilmu dan pengetahuan.....................................karena toh, siapa tau, kejadian ini akan terulang lagi,...hmh... hal kecil yang sangat berarti dan jadi pelajaran buat saya.