16 Oktober 2011

Secangkir Kopi di Senin Pagi

Assalamu'alaykum,
Masih pagi, dan saya cuma mau cerita,
Selama  40 hari mulai dari bulan ini, ceritanya saya ngungsi sejenak ke rumah tante di Bintaro. Dapet amanah buat ngejagain rumah dan anak-anaknya selama Om dan Tante saya pergi ke tanah suci. Bude dari Klaten juga dateng buat menggantikan peran orang tua sementara sepupu saya ditinggal ortunya, dan saya sendiri dapet tugas ‘negara’ nemenin Bude n memastikan 2 sepupu saya yang masih SD itu untuk belajar n beresin buku untuk sekolah.

Jadilah,  tiap hari saya mesti berangkat lebih pagi untuk ke kantor dari biasanya, dan pulang jadi lebih larut karena jarak tempuh BSD-Bintaro walopun gak jauh-jauh amat tapi juga lumayan mengerahkan tenaga ekstra selama di perjalanan. Meninggalkan ‘zona nyaman’ sejenak, saya jadi belajar banyak hal selama mengarungi fase ‘ngungsi’ ini. Setiap hari ritual berangkat  kerja  menaiki commuterline selalu punya kisahnya sendiri. Pulang kerja diprogramkan untuk tidak lembur karena anak-anak udah nunggu di rumah #tsaah.  Bude tiap hari nyiapin bekal untuk makan siang saya (ampe niat beliin set2an tempat makan demi saya donk…terlampau sesuatu), dan kini saya mesti mencuri-curi waktu untuk  ‘lemburan malam hari’ setelah urusan’negara’ kelar. Yah pokoknya ini momen langka saya jadi anak rumahan setelah sekian lama ‘membebas’ di tanah orang sebatang kara :P.

Tak ada satupun kejadian tanpa hikmah yang terlampir di belakangnya.  Mengurusi dua anak laki-laki ternyata gak semudah yang saya kira. Adek sepupu saya keduanya laki-laki. Yang sulung kelas 6 SD, udah rada sregep (rajin) belajar n manut kalo dikasih tau ini itu. Giliran yang bungsu, keras kepalanya luar biasa. I don’t know, daya imajinasi nya terlalu kuat, tapi gak mau ngalahnya kelewatan. Maklum tabiat bungsu yang terbiasa  dimanja n harus dipenuhi apa yang dia inginkan…kalo nggak terpenuhi bakal terjadi amuk massa di rumah n semua kena getahnya, berabe dah ~,~.

Bener tuh kata pepatah, buah jatuh gak jauh dari pohonnya. Karakter orang tua ternyata gak jauh beda sama anak-anaknya kelak. Anak kan cerminan dari orang tuanya juga...hayo coba deh evaluasi, karakter kita selama ini pasti mirip kan sama emak bapak kita?.  Buat yang belum dan yang sebentar lagi akan menjadi orang tua, mesti berbenah diri deh.. perbaiki akhlak, perilaku n ego demi anak-anak kita. Yang dulunya saya pikir, menjadi ibu rumah tangga seutuhnya di rumah itu gak asik sekarang jadi berpikir ulang. Sosok ibu rumah tangga ternyata profesi yang paling luar biasa dan harus punya pembekalan ekstra, terlebih untuk mendidik anak-anak sejak dari lahir hingga dewasa kelak. Berikan waktu terbaik buat si buah hati, kalo diharuskan untuk bekerja ya mesti pinter bagi waktu, atau kerja rumahan aja kalo memungkinkan. Harapannya malah jadi PNS aja sekalian, siapa yang gak mau jadi PNS cung !! (baca: Pengusaha Nan Sukses). Urusan menikah (jiaah ujung2nya ngemengin nikah -_-‘) gak melulu urusan antar suami dan istri, tapi juga make life plan untuk anak-anak kita kelak, mau dibawa kemana mereka,mau jadi seperti apa, usaha apa yang harus dilakukan, n yang terpenting kita konsisten untuk menjalaninya. Eiimm teori mah gampang, prakteknya yang susah….

Baiklah, itu aja cerita saya, gak ada kata percuma atau sia-sia atas apa yang telah kau lakukan.Niatkan segala aktivitas kita untuk ibadah dan memohon ridho NYA, semoga menjadi berkah. Insya Allah.
Wassalam.


 oleh-oleh moment in lens :
 Berjuang naik KRL

14 Oktober 2011

La Tahzan



Ketika harapanmu tak sesuai dengan kenyataan
jangan bersedih kawan
Sesungguhnya Allah punya rencana terbaik yang sudah disiapkan

Ketika masalah kehidupanmu tak kunjung usai
jangan bersedih kawan
karena begitulah caranya Allah menaikkan derajat keimanan kita di matanya

Ketika tak seorangpun yang bisa kau ajak berbagi, 
jangan bersedih kawan,
Allah senantiasa online 24 jam, 
siap menampung segala keluh kesahmu 
dan memberimu pertolongan yang tak disangka-sangka

Ketika beban kehidupan terasa berat dan tak sanggup dipikul,
jangan bersedih kawan
Tak perlu pinta keringanan atas segala masalahmu
pintalah agar dikaruniai Allah pundak yang kuat 'tuk menanggungnya

Tak ada yang sia-sia
Semua akan baik-baik saja,
hingga pada waktunya,
cukuplah Allah sebagai penerang jiwa,
La Tahzan kawan 
:)


*setelah di'tegur' lagi dengan permasalahan, mari menghilangkan ego dengan legowo*

05 Oktober 2011

Rada Iseng

Rada iseng... buat 'sesuatu' untuk bloggerian n twipsmania  :D :




#menuh2incontentajaceritanya =D

03 Oktober 2011

Passport

Tulisan di bawah ini full saya copas dari tulisan yang di share dari millis tetangga, semoga dapat menumbuhkan semangat teman2 semua untuk bermanuver keliling dunia :) :

PASSPORT
by Rhenald Kasali

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.
Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas mengurus pasport. Setiap mahasiswa harus memiliki “surat ijin memasuki dunia global.”. Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punya pasport.

Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
“Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?”
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.

Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.

Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke Pulau Jawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.

Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.

The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.

Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memiliki pasport.Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.

Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anak Indonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut. Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punya pasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.

Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.

Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.
Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punya pasport dari uang negara.

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia 


_________________________________________________________________

Orang pandai dan beradab tak kan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Pergilah, kan kau dapatkan pengganti dari kerabat dan teman
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air yang diam menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih jika tidak dia kan keruh menggenang
(Al-imam asy-Syafi'i)

Inspiring habis baca novel Negeri 5 Menara + Ranah 3 Warnanya @fuadi1, plus perpanjangan paspor saya yang *akhirnya* udah beres juga, siapa yang mau ikut backpackeran ama saya? kita keliling dunia sama2 :D