sebuah tulisan yang semoga dapat memicu semangat untuk kita semua...
___________________________________________________________________________
Sahabat Pembangkit Umat,
Seperti biasa agar asa selalu ada bergelora, kita mulai dengan … apa kabar hari ini? Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!! Alhamdulillah, tetap penuh syukur atas nikmat Iman, Islam dan predikat “Sebaik-baik Penciptaan” lengkap dengan seluruh potensi kehidupannya (QS. At Tin : 4). Luar Biasa, selalu penuh doa dan cita agar bisa mewujud diri menjadi Muslim Terbaik (QS. Al Fushilat : 33) dan membangkitkan umat menuju predikat Umat Terbaik (QS. Ali Imran : 110). Allahu Akbar, gelora penuh takbir karena semua ini terjadi atas izin-Nya. Jangan lupa, ketika menjawab lengkapi dengan ekspresi penuh semangat!
Sahabat Pembangkit Umat,
Dalam tulisan sebelumnya, kita telah diinspirasi untuk bisa maksimal mendayagunakan kompetensi yang dimiliki agar laju dakwah optimal sempurna. Nah, sekarang bagaimana mengimprovisasi dakwah secara kreatif dan inovatif agar selain melaju tampilan dakwah juga selalu segar dan dinanti oleh umat.
Tapi…eit… tunggu dulu, sebelum lebih jauh, simak dulu yang satu ini …
Saudaraku, kapan kita pertama kali belajar mengarang? Rata-rata mengalaminya saat di bangku kelas 3 atau 4 SD. Nah, sekarang cobalah untuk melakukannya lagi. Tak perlu lama-lama. Cukup 1 menit. Temanya pun bebas. Siapkan kertas. Siapkan juga pensil atau pulpen. Oke, siap? Ya, mulai...
Apa yang terjadi? Umumnya dari kita akan memulai karangan kita dengan kata-kata “Pada suatu hari...” atau “Pada suatu saat...” atau kata-kata sejenis lainnya. Kata-kata yang sama dengan yang kita gunakan ketika memulai belajar di SD dulu.
Dalam tulisan sebelumnya, kita telah diinspirasi untuk bisa maksimal mendayagunakan kompetensi yang dimiliki agar laju dakwah optimal sempurna. Nah, sekarang bagaimana mengimprovisasi dakwah secara kreatif dan inovatif agar selain melaju tampilan dakwah juga selalu segar dan dinanti oleh umat.
Tapi…eit… tunggu dulu, sebelum lebih jauh, simak dulu yang satu ini …
Saudaraku, kapan kita pertama kali belajar mengarang? Rata-rata mengalaminya saat di bangku kelas 3 atau 4 SD. Nah, sekarang cobalah untuk melakukannya lagi. Tak perlu lama-lama. Cukup 1 menit. Temanya pun bebas. Siapkan kertas. Siapkan juga pensil atau pulpen. Oke, siap? Ya, mulai...
Apa yang terjadi? Umumnya dari kita akan memulai karangan kita dengan kata-kata “Pada suatu hari...” atau “Pada suatu saat...” atau kata-kata sejenis lainnya. Kata-kata yang sama dengan yang kita gunakan ketika memulai belajar di SD dulu.
Lalu, umur berapa kita saat ini? Mungkin 25 tahun, 30 tahun, atau mungkin 60 tahun. Yang jelas selisih umur kita saat ini dengan umur saat SD dulu, katakanlah, minimal lebih dari 10 tahun. Tentulah ini masa yang tidak sebentar. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa kata-kata yang kita gunakan saat ini sama sekali tidak berubah alias sama persis dengan kata-kata yang dulu? Padahal waktu telah berlalu cukup lama. Minimal terpaut 10 tahun. Kalau begitu, apa gerangan yang terjadi? …
Inilah gambaran sederhana, betapa proses peneladanan kita selama ini –disadari atau tidak - telah berlangsung tanpa memunculkan proses kreatifitas. Tidak ada proses inovasi. Padahal, dengan kreativitas dan inovasi, kita bisa memulai karangan kita dengan kata-kata yang lain, seperti :
o “Hari itu pukul 03.30 ketika semua masih terlelap ...”
o “Braak ! Tanpa ampun Dimas menggebrak meja ...”
o “Pro-kontra tentang RUU Anti Pornografi-Pornoaksi (RUU APP) terus terjadi ...”
o “Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un! Hanya itulah yang layak kita ucapkan menyusul gempa bumi yang mengguncang Yogya dan Jawa Tengah...”
Sahabat Pembangkit Umat,
Tulisan di atas menghantarkan kita pada situasi dan kondisi dakwah kita hari ini yang kurang lebih sama. Padahal kita punya potensi peneladanan uslub atau teknik dakwah secara kreatif, inovatif dan tetap dalam koridor metode dakwah yang fiks alias konstan, tidak berubah. Jadi bagaimana seharusnya? Simak lanjutannya …
Dalam keseharian kita dapati contoh-contoh sukses bisnis, secara parsial maupun keseluruhan bisnisnya, dengan kekhasan kompetensinya. Waduh Lha kok sukses bisnis bukan dakwah, ‘jaka sembung naik ojek’ nih alias ‘gak nyambung jek’. Tenang, tak apa, ikuti saja dulu. Don’t be khawatir.
Sebutlah Lion Air dengan kepeloporan penerbangan low cost – nya yang sukses menggaet 50% penumpang domestik di tahun 2009. Ada Garuda Food yang dikenal sebagai perusahaan inovatif, yang sukses sebagai genuine local negeri ini dengan ikon kacang Garudanya. Juga Yamaha Motor yang makin agresif ingin menjadi market leader yang sukses karena konsisten membangun imej “Semakin Di Depan”. Sido Muncul yang sukses terus berinovasi untuk mempertahankan perilaku konsumen Indonesia agar tetap minum jamu dengan kampanye “Orang Pintar Minum Tolak Angin”. Primagama yang sukses menjadi bimbingan belajar terbesar di nusantara dengan 678 cabang yang sebagian besar di-franchise-kan dengan jurus khas berani menggaransi uang kembali jika tidak lulus UN! Terakhir Dagadu Djokdja yang sukses tumbuh menjadi “pabrik kata-kata” yang berhasil menjual 5.000 kaos sehari dengan harga kaos sekitar 50 ribu.
Sebelumnya, pun sudah ada sukses Sosro menambah khasanah ‘peribahasa bisnis’ dengan iklannya yang terkenal “apapun makanannya, minumnya …” Jauh sebelumnya, telah ada bisnis Sahabat Nabi, Abdurrahman bin Auf, satu contoh bisnis sukses sepanjang peradaban manusia yang belum tertandingi hingga kini. Bisnis yang benar-benar sukses menuai ‘berkat’ dan berkah. Sukses bisnis yang mengguncang dunia dengan multikompetensi khas hasil implementasi peradaban Islam yang luar biasa. Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun, beliau masih meninggalkan asset 2.560.000 Dinar. Subhanallahu (silakan konversikan ke rupiah, dimana 1 dinar = 4,25 gram emas atau sekitar Rp 1.275.000,- jika 1 gram emas bernilai Rp 300.000,-).
Sahabat pembangkit Umat,
Nah di sinilah, konteks peneladanan dimulai. Jangan biarkan success story yang ada di depan mata kita, lewat tanpa permisi. Lewat tanpa kita sempat mengambil hikmahnya untuk memacu perolehan sukses dakwah kita. Jadi, bagaimana caranya? Insya Allah mudah saja. Meminjam istilah rumus 5i dari buku Be The Best, not ‘be asa’ tulisan penulis, kita harus segera melakukan langkah Teladani Success Story. Ada tiga cara untuk melaksanakan langkah ini. Pertama, mengambil Inspirasi dari kisah sukses; kedua, lakukan Copy The Master, Ketiga, ‘Ngenek’ alias magang. Ketiga langkah ini bisa dilakukan kepada setiap Success Story yang ada seperti Sosro dan Primagama di lingkup nasional; atau sang Maestro bisnis dunia Abdurrahman bin Auf dll. Tentu saja dengan mengkonversinya ke dalam uslub dakwah.
Dakwah kita bisa lebih cepat tumbuh dan berkembang jika secara menerus kita lakukan improvisasi tiada henti saat melakukan proses peneladan tadi. Maksudnya, kita menirunya dengan tidak membiarkan diri melupakan potensi karakter positif yang khas pada dakwah kita, serta tanpa memandulkan proses kreatif dan inovatif kita. Dan ini catatan akhirnya, tidak membawa kita pada pelanggaran hukum syara. Jika dibuat rumusnya, maka akan menjadi “Meneladani contoh sukses yang ada dengan tetap memunculkan karakter positif yang khas pada diri kita secara kreatif dan inovatif, tanpa melanggar hukum syara”. Boleh juga disebut, inilah, kurang lebihnya, Benchmarking Islami.
Bisakah ini dilakukan? Insya Allah bisa, mengapa tidak? Coba lihat …
Jika Lion Air dengan kepeloporan penerbangan low cost – nya sukses menggaet 50% penumpang domestik di tahun 2009, maka ini inspirasi agar dakwah kita menjadi pelopor dakwah bagi semua kalangan mahasiswa yang akan membawa mereka terbang meraih Mimpi Besarnya. Ini berarti, dakwah yang kita lakukan juga harus dapat memberi motivasi super kuat untuk meraih kesuksesan dunia akhirat bagi semua kalangan mahasiswa.
Jika Garuda Food dikenal sebagai perusahaan inovatif dan sukses sebagai genuine local negeri ini dengan ikon kacang Garudanya, maka inspirasinya adalah dakwah kita mesti dikenal sebagai ikon pergerakan dakwah mahasiswa, misalnya sebagai trend setter pergerakan mahasiswa lainnya. Ini terjadi, misalnya, ketika isu strategis yang kita munculkan juga akan dijadikan isu strategis oleh pergerakan mahasiswa lainnya.
Jika Yamaha Motor makin agresif ingin menjadi market leader yang sukses karena konsisten membangun imej “Semakin Di Depan”, maka tak salah, jika kita juga menancapkan azzam kuat yang sama. Kitalah penentu gerak dakwah kampus yang sesungguhnya, sehingga bargaining position kita sangat tinggi dan rektorat pun menaruh hormat dan menyegani kita hingga untuk mengambil kebijakan kemahasiswaan pun sang rektor mesti mendengar pendapat kita lebih dulu.
Jika Sido Muncul sukses terus berinovasi untuk mempertahankan perilaku konsumen Indonesia agar tetap minum jamu dengan kampanye “Orang Pintar Minum Tolak Angin”, maka boleh juga kita mengkampanyekan “Orang Sengsara Karena Tolak Syariah” atau “Mahasiswa Cerdas Pasti Berdakwah”.
Jika Primagama sukses menjadi bimbingan belajar terbesar di nusantara dengan 678 cabang yang sebagian besar di-franchise-kan dengan jurus khas berani menggaransi uang kembali jika tidak lulus UN!, mengapa tidak kita sampaikan garansi masuk surga dari Allah Swt bagi siapapun yang beriman dan beramal sholeh, termasuk mahasiswa yang beriman dan beramal sholeh dan dakwah adalah salah satu amal sholeh yang dimaksud. Kita sebarkan dakwah dengan jaringan dakwah yang terbina standar di setiap fakultas, jurusan dan program studi.
Jika Dagadu Djokdja yang sukses tumbuh menjadi “pabrik kata-kata” yang berhasil menjual 5.000 kaos sehari dengan harga kaos sekitar 50 ribu, mengapa tidak kita menjadi ‘pabrik kata-kata dakwah’ yang menjual 5.000 kata dakwah per hari secara kontinyu dan intensif!
Jika sukses Sosro menambah khasanah ‘peribahasa bisnis’ dengan iklannya yang terkenal “apapun makanannya, minumnya …”, maka kita bisa membuat ‘peribahasa dakwah’ : “apapun latar belakangnya, dakwahnya adalah Islam ideologis…”
Contoh akhir untuk tulisan ini penting digarisbawahi. Peradaban Islam menghasilkan begitu banyak figur sukses yang membangkitkan umat dan mensejahterakan dunia selama 14 abad. Salah satunya adalah Abdurrahman bin Auf sebagai satu contoh bisnis sukses sepanjang peradaban manusia yang belum tertandingi hingga kini. Bisnis yang benar-benar sukses menuai ‘berkat’ dan berkah. Sukses bisnis yang mengguncang dunia dengan multikompetensi khas hasil implementasi peradaban Islam yang luar biasa. Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun, beliau masih meninggalkan asset 2.560.000 Dinar. Subhanallahu (silakan konversikan ke rupiah, dimana 1 dinar = 4,25 gram emas atau sekitar Rp 1.275.000,- jika 1 gram emas bernilai Rp 300.000,-). Maka, inspirasi besarnya adalah, mulai saat ini, seluruh kru dakwah segera meningkatkan kapasitas diri dengan menghadirkan multikompetensi yang diperlukan bagi dakwah, seperti fiqhud dakwah, teknik komunikasi, leadership, dll. Mulai saat ini, seluruh kru dakwah berlatih memperbanyak infaq dan pengorbanan waktu, pikiran dan tenaga di jalan dakwah. Mulai saat ini juga, memulai bisnis Islami yang akan menopang nafkah diri, keluarga dan dakwah.
Sungguh, kreativitas nyaris tanpa batas. Jadi Improvisasi Tiada Henti dengan Kreativitas melahirkan Ciri Khas yang dinanti umat. Ciri khas ini seiring waktu menjelma menjadi Kompetensi Inti. Dengan ini, secara sederhana, kita telah mampu membuat dakwah melaju optimal dan tampilan uslub dakwah selalu segar dan dinanti umat . Insya Allah.
Sahabat Pembangkit Umat,
Tetaplah semangat, dayagunakanlah kompetensi inti dan improvisasi secara kreatif dan inovatif agar laju dakwah optimal serta tampilan uslub dakwah selalu segar dan dinanti umat. Semoga Allah Swt mengampuni dosa yang telah khilaf dilakukan, memudahkan langkah dakwah yang telah diayunkan dan merahmati komitmen dan konsistensi dakwah ini demi segera tegaknya izzah Islam dan kaum Muslimin. Amin.
Alhamdulillah …luar biasa … Allahu akbar!!!
Terakhir Diupdate ( Kamis, 11 Februari 2010 14:06 )
Oleh: Mas Karebet. dakwahkampus.com
_____________________________________________________________
Tidak ada komentar:
Posting Komentar